Pages

Senin, 21 November 2016

MENANAM YANG DI TANAM

TERIMA KASIH WAHAI PARA SISWA-SISSWI KU
SD NEGERI TEGAL WANGI


Apa yang terjadi pada kita, sekali lagi seperti posting yang sudah2 bukanlah sebuah kebetulan, dan aku gak percaya sama namanya kebetulan, yang bener aja klo tiap hari Tuhan ngelempar dadu cuma untuk mengundi siapa yang akan dapat rejeki dan siapa yang bakal dapat musibah hari ini, sungguh pikiran yang konyol.
Apa yang terjadi pada kita adalah agenda dari Tuhan dan buah dari perbuatan kita sendiri. Kita bego ya karena kita malas, kita pandai ya karena kita rajin, udah bego otaknya gak diasah kok pengen pintar? ngaca deh.
Nah bicara soal tanam menanam dalam konteks sikap, aku lumayan hati2 untuk enggak mengata2i muridku, klopun marah aku tetap sebatas meninggikan suara dan mengajukan pertanyaan yang realistis untuk dia cerna benar salahnya, aku menghindari sebisa mungkin kata2 makian.
Waktu SMA di Moeha Jogja aku pernah diceritain sama guruku tentang guru beliau, konon jaman sekolahnya guruku itu super duper bodo, sampai kakek guruku bilang klo guruku itu otaknya cuman separo. Mirip seperti Einstein yang dapet nilai fisika F di bangku sekolah dan jadi ilmuwan Fisika terbesar sepanjang zaman?
Do you know what’s happen the next? guruku tumbuh dengan perasaan ingin mengalahkan persepsi gurunya tersebut, di jaman SMAku guruku adalah guru yang otaknya paling encer, jarang marah biarpun kelasnya kek kapal pecah, meski dia hanya guru matematika biasa tapi dia bisa menghitung dengan baik rumus2 rumit yang digunakan oleh para arsitek untuk membangun Sydney Opera , kenapa bentuk seperti itu semennya enggak pada jatuh, dengan bahasa yang mudah ditangkap muridnya, tapi suer gw udah lupa dulu neranginnya gimana.
Beliau juga sering membawa peralatan aneh untuk menjelaskan materi yang sulit dipahami semacam logisme, diferensial dan integral dan pemakaiannya di lingkungan nyata. Tapi yang paling nonjok adalah ketika beliau masuk kuliah S2 ternyata beliau masuk bareng kakek guru tersebut dan sewaktu ujian, justru kakek guruku itu yang nyontek habis2an kerjaan guruku.
Saat ini posisiku mungkin sama seperti kakek guruku, menjadi seorang pendidik juga, dengan anak2 didik yang sebagian susah diatur, sulit mencerna materi yang disampaikan, gampang ilang fokus, tapi sebisa mungkin aku menahan diri untuk enggak ngata2in mereka meski mereka terkesan enggak menghargai proses transfer ilmu yang sedang kuberikan.

 Tapi aku ingat, kecerdasanku hari ini sebagai guru mereka tidak lebih sekedar karena aku lebih dulu tahu dibandingkan dengan mereka, aku lebih dulu belajar materi yang kuajarkan dibanding mereka, bukan karena aku lebih pandai, bukan karena aku lebih cerdas dari mereka.
Sebagian dari mereka yang telah meninggalkan bangku sekolah, justru memiliki prestasi yang lebih tinggi daripada prestasiku di umur yang sama bahkan dengan umurku yang saat ini, karena itu aku meyakini, masalah kecerdasan, kehebatan dan kekayaan pengetahuan seseorang saat ini bukanlah jaminan seseorang akan tetap lebih cerdas dibanding mereka yang dulunya kalah jauh darinya.
Menjadi guru atau dosen yang killer dan kejam bukan pilihanku, menjadi guru yang killer tidak baik untuk kesehatan, baik kesehatan secara jasmani karena setiap saat merasa dibikin keki sama muridnya yang buntutnya bikin pengen marah2 terus, dan kesehatan rohani karena didoain jelek2 mulu sama murid2nya. Semoga gak panjang umur, dicepetkan masuk sorga, jadi perawan tua, dan sederet doa super kejam lainnya.Siapa yang menanam bibit yang baik ia akan menuai hasil yang baik.
 Sumber: http://anotherorion.com/menuai-yang-ditanam/?upm_export=doc

0 komentar: