KEPEMIMPINAN yang berasal dari akar kata pemimpin dimaksudkan sebagai suatu proses memberikan arahan/bimbingan/perintah kepada orang lain dalam memilih/mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tentang siapa yang disebut pemimpin bila didasarkan kepada keterangan Nabi Muhammad saw adalah semua kita. kullukum raain wa kullukum mas-ulun an raiyyatih, artinya setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggunganjawab atas kepemimpinannya.
Bila dicermati ada beberapa istilah yang dapat mewakili kata/terjemahan pemimpin, antara lain, imam, rain, khalifah, dll. Imam mengesankan pemimpin yang di depan, memberi komando kepada anak buah/pengikut yang dipimpinnya. Tentu saja di sini juga terkandung maksud bahwa sang imam harus berfungsi memberikan teladan. Sedangkan rain dikesankan sebagai pemimpin yang berada di tengah-tengah jamaah/pengikutnya, bersikap merakyat untuk memberi motivasi, membangun karsa, menggerakkan jamaah agar melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Adapun khalifah, dikesankan sebagai pemimpin yang berada di belakang dengan sikap tutwuri handayani, mengayomi dan memberikan dorongan dari belakang kepada para jamaah/pengikutnya. Kesan makna seperti tersebut di atas bukanlah suatu kemestian, dan masih dapat dipahami.
Ditinjau dari segi cara memperoleh posisi dan fungsi kepemimpinan dapat diperoleh dengan cara: Pertama, sebagai warisan, turun temurun. Seperti kepemimpinan pada masa raja-raja zaman dahulu; sebagian kiai di beberapa pesantren salafiyah, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dll. Kedua, melalui penunjukan. Model ini dilakukan oleh pejabat tertentu yang atas kehendaknya sendiri atau karena perintah undang-undang/peraturan harus melakukan penunjukan. Seperti pemimpin di sebuah perusahaan atau instansi pemerintah. Ketiga, melalui pemilihan secara demokratis oleh anggota/rakyat/umat. Mereka sengaja mencari/memilih pemimpin untuk mereka ikuti/patuhi perintahnya. Dengan cara ini pemimpin memperoleh mandat/kepercayaan dari rakyat/umat langsung, karenanya mereka seharusnya secara moral harus turut memberikan kontribusi atas kepemimpinan seseorang dan turut bertanggungjawab atas keberhasilan dari sang pemimpin yang telah mereka pilih. Misalnya pemimpin partai politik, pemimpin Muhammadiyah di semua tingkatan, dll. Keempat, dengan proses kombinasi antara pemilihan dan penunjukkan. Calon pemimpin dipilih terlebih dulu oleh kelompok yang berwenang (sesuai kesepakatan), lalu dikuatkan dengan SK oleh badan tertentu. Misalnya rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah, walaupun telah diproses dan dipilih oleh anggota senat tetap saja belum dapat berfungsi sebagai rektor sampai dengan ada SK PP Muhammadiyah dan dilanjutkan dengan serah terima jabatan dari rektor lama. Bahkan sesuai dengan Qaidah Pendidikan Tinggi Muhammadiyah, PP Muhammadiyah dapat mengambil kebijakan tertentu (mungkin berbeda dengan hasil pemilihan yang dilakukan oleh senat universitas) dan mengangkat nama lain demi kemaslahatan yang lebih besar bagi persyarikatan.
Secara prinsip pemimpin memiliki kewenangan melakuan upaya mempengaruhi pihak lain/bawahan untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu tanpa merasa ada tekanan/paksaan. Pemimpin tidak sekadar memerintah/mengepalai crang-orang tertentu/ bawahan. Justru mereka hendaknya diberikan pengertian dan arahan, mereka perlu diajak bicara tentang berbagai hal sehingga mereka memiliki kesadaran untuk berpartisipasi aktif dan turut bertanggung jawab atas terlaksana dan tercapainya tujuan bersama.
Banyak hal yang harus diketahui disadari oleh pemimpin sehingga dirinya dapat melakukan tugasnya dengan baik dan tepat, antara lain:
1 Para pemimpin harus mengetahui secara pasti tentang bidang tugasnya, agar dapat lebih memperjelas pelaksanaan, arahan dan efektifitas,
2. Pemimpin harus memiliki kepekaan/kepedulian terhadap keadaan/perkembangan lingkungannya;
3. Pemimpin harus mampu melakuan hubungan kerja/koordinasi dengan baik ke dalam maupun ke luar institusinya;
4. Pemimpin harus memiliki keberanian untuk mengambil keputusan secara tepat, baik dilihat dari segi waktu maupun materi.
Untuk kalangan umat Islam khususnya persyarikatan Muhammadiyah, para pemimpin di semua tingkatan, karena berfungsi sebagai pemimpin umat semestinya memahami dan melaksanakan secara seksama hal-hal berikut ini:
1. Pemimpin tidak boleh minta diistimewakan. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Turmudzi disebutkan bahwa tak seorangpun yang tidak mencintai Rasulullah saw, (namun) apabila mereka mengerti Rasul (tiba) mereka tidak lalu berdiri (untuk menghormat) karena mereka tahu bahwa hal itu adalah terlarang
Sementara dalam hadist lain diriwayatkan bahwa Muawiyah tatkata keluar menyuruh duduk kepada Abdullah bin Zubair dan lbnu Sofyan, sambil mengucap: Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang menyukai orang untuk berdiri guna menghormatinya, maka tempatnya adalah di neraka (H.R. Turmudzi).
2. Pemimpin tidak boleh hanya mementingkan dirinya sendiri. Dalam hadist yang diriwayatkan Abu Dawud dinyatakan bahwa Rasulullah melarang 3 hal: pertama, agar jangan sampai ada imam yang berdoa untuk dirinya sendiri; kedua, agar jangan ada di antara kita mengintai-intai rumah orang lain sebelum diijinkannya; dan ketiga, agar seseorang tidak melakukan shalat saat dirinya masih berat (karena mengantuk) sampai merasa ringan.
3. Pemimpin tidak boleh memberatkan umat, karena ia adalah pelayan mereka. Pernah suatu saat Nabi agak marah karena dilapori imam terlalu panjang bacaannya, lalu bersabda. Wahai manusia sesungguhnya kalian itu bermacam-macam. Siapapun yang menjadi imam buat manusia berbuatlah sedang-sedang saja, karena sesungguhnya di belakang imam ada orang yang sudah lemah, ada yang tua dan ada pula yang masih mempunyai keperluan (HR Bukhari).
4. Pemimpin bertanggungjawab secara pribadi jika bersalah, tidak dibebankan kepada umat. Uqbah bin Amir mengatakan, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: Barangsiapa menjadi imam buat manusia, lalu ia biasa menepati waktu, rnaka pahala untuknya dan untuk yang dipimpin. Dan barangsiapa memimpin tetapi tidak menepati waktu (bersalah), maka dosanya (tanggungjawabnya) atasnya, bukan atas yang dipimpin (HR Abu Dawud).
5. Pemimpin ikut bertanggungjawab atas kesalahan orang yang dipimpinnya. Sabda Rasul saw: Orang-orang melakukan shalat karena pimpinanmu, jika mereka benar kamu ikut benar, dan jika mereka melakukan kesalahan, kamu dan mereka akan bertanggung jawab (HR Bukhari).
6. Pemimpin harus tetap hormat kepada pimpinan atasan yang mengangkatnya. Cukup banyak nash yang dapat dijadikan sandaran atas pikiran ini, a.l. firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah, patuhi Rasul dan ikuti para pemangku kekuasaan (pemimpin) di antara kamu (Q.S. An-Nisa: 59)
7. Pemimpin harus bersedia menerima kritik dan saran dari siapapun termasuk dari bawahannya asal wajar dan obyektif. Selain itu pemimpin harus mempercayai bawahannya yang jujur dan taat . Diriwayatkan dalam hadist yang agak panjang dengan riwayat Bukhari, intinya adalah sebagai pemimpin umat Rasulullah saw: a. mempercayai laporan intelnya; b. meminta pendapat para sahabat terhadap gagasan yang dilontarkannya, dan c. menerima saran Abu Bakar yang proporsional sehingga dapat mengurangi kemasygulan yang terjadi
8. Pemimpmn hendaknya jangan berbuat sewenang-wenang Dalam hadist riwayat Muslim dinyatakan bahwa Hisyam bin Hakim ketika menyaksikan penyiksaan terhadap manusia dan dijemurnya manusia tersebut di tempat panas di negeri Syam, mengucap: Sungguh aku dengar dari Rasulullah saw bahwa Tuhan akan mengazab pemimpin yang pernah mengazab rakyatnya di dunia
9. Menjadi pemimpin berarti memegang amanat Allah. Coba cermati makna hadist berikut ini. Dari Abuzar ra katanya: Pernah saya berkata kepada Rasulullah saw apakah tuan tak dapat mengangkat saya menjadi pegawai tuan? Beliau menepuk bahu saya dengan tangannya seraya berkata, Hai Abuzar, anda ini orang yang lemah, sedang pekerjaan (jabatan) itu amanat Allah yang kelak pada hari kiamat. mungkin membawa kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang memenuhi syarat dan menjalankannya dengan wajar menurut mestinya (HR Muslim).
Dalam hadist lain dari Aisyah katanya: Aku dengar Rasulullah saw berdoa di rumah saya ini; Ya Allah, persulitlah bagi siapa yang memegang suatu tanggungjawab atas umatku, lalu mempersulit mereka; dan berlunaklah ya Allah bagi siapa yang memegang suatu tanggungjawab atas umatku, lalu bersikap bijaksana dalam membimbing mereka (HR Muslim).
10. Pemimpin tidak dibenarkan membuka aib bawahannya terutama di depan umum dalam kondisi bagaimanapun.
Penulis adalah Rektor Universitas Prof. Dr. Hamka, Jakarta
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 2 2002